Powered By Blogger

Selasa, 15 September 2015

By : lukman

WISATA DI BUMI TURATEA – JENEPONTO



Mengintip Pesona Wisata di Bumi Turatea



Selamat datang di bumi Turatea, kalimat itu akan terlihat saat pertama kali kita memasuki Kabupaten Jeneponto, kota dengan keindahan wisatanya yang mempesona.
Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Jeneponto. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 737,64 km2 dan berpenduduk sebanyak ±300.000 jiwa. Kabupaten Jeneponto terletak di ujung bagian Barat wilayah Propinsi Sulsel yang jarak tempuhnya dari Kota Makassar sekitar 90 km.
Dalam rangka pencanangan Visit Indonesia Year  berbagai kota di tanah air terus digalangkan. Dan Jeneponto pun tidak mau ketinggalan untuk memperkenalkan obyek wisatanya. Baik itu wisata alam, budaya, agrowisata dan agrobisnis. Jadi tak salah rasanya jika jalan-jalan kita kali ini, kita menyambangi Kabupaten Jeneponto yang juga dikenal sebagai penghasil Garam terbesar dan kepiawaiannya membuat Coto Kuda sebagai wisata kuliner tersohor di Sulsel.

Wisata Air Terjun Je’ne Ariba ( Kecamatan Bangkala )




Mengunjungi Jeneponto tak lengkap rasanya bila tidak ke Air terjuang Je’ne Ariba. Je’ne Ariba berada di Desa Kapita kecamatan Bangkala. Air terjung ini memang belum bisa di sejajarkan dengan air terjun Takkapala yang ada di Malino, namun air terjuang Je’ne Ariba ini memiliki keunikan tersendiri untuk ditelusuri. Di mana saat memasuki kawasan ini, para pengunjungnya akan dijamu dengan keindahan pegunungan yang cukup memukau dan mempesona. Selanjutnya menuju ke arah obyek, pengunjung kembali diwajibkan untuk menelusuri perkebunan jagung, jambu menteh dan tambak ikan. Ini tentu saja menjadi keasyikan dan tantangan tersendiri bagi Anda yang suka berpetualang ke alam bebas. Sekilas, perjalanan akan sangat melelahkan saat menuju lokasi Je’ne Ariba, tapi Anda tak perlu khawatir mengingat keindahan alam yang bertebaran di seputar jalan menuju area air terjun membuat kita tak merasakan hal ini. Malah sebaliknya decak kagum selalu datang menghampiri. Kesejukan air telaga di Je’ne Ariba sangat bening dan segar. Di kawasan ini sangat sering digunakan sebagai tempat rekreasi masyarakat umum yang bertanda bersama keluarga, khususnya pada hari Minggu yang juga bersamaan hari pasar di seputaran desa Kapita ini. Jarak tempuh wisata Je’ne Ariba sekitar 25 km dari kota Jeneponto.



Bungung Salapang





Tidak lupa Anda pun bisa mengunjungi wisata Bungung Salapang atau sembilan Sumur. Tempat wisata ini juga sangat menarik untuk dikunjungi, karena bisa disebut sebagi wisata Budaya. Di mana air yang ada di dalam Bungung Salapang ini tidak pernah habis meskipun banyak orang yang memakainya, dan hal itu sudah terjadi ratusan tahun yang lalu. Bungung Salapang, oleh sebagian masyarakat Jeneponto juga dipercayai selain dapat menghilangkan berbagai macam penyakit yang ada dalam tubuh, bisa awet mudah juga bisa ketemu jodoh. Dengan cara orang tersebut harus datang dengan niat baik dan tulus, untuk memohon (nasar), sambil mengikat tali yang menyerupai akar-akaran di seputaran pohon atau area Bungung Salapang, sambil berucap dalam hati ‘ Aku akan kembali melepas tali ini setelah jodohku aku temukan ’ lalu membasuh air ke muka. Percaya tidak percaya tempat wisata ini banyak dikunjungi masyarakat dari dalam dan luar Jeneponto. Dan saat ini kawasan Bungung Salapang menjadi potensi khasanah yang unik karena keragaman budaya yang ada di Masyarakatnya selalu berpulang pada kesejahteraan dan kebahagiaan bersama. Sebagian masyarakat mengkulturkan dan menjadikan tempat tersebut sakral.


Industri Garam ( Kecamatan Bangkala )






Kualitas garam yang dikelola secara tradisional dapat di temukan di Jeneponto. Pengolahan yang tradisional menjadikan garam dari sini cukup diperhitungkan oleh pelaku bisnis dari luar Sulsel. Pada umumnya Garam di sini diolah kembali untuk dijadikan garam konsumsi maupun untuk garam industri, namun bahan penggunaannya tidak mengandung unsur kimia yang merusak. Lahan pembuatan garam di sini dibuat berpetak-petak secara bertingkat, sehingga bagi anda yang ingin mengetahui lebih dalam lagi cara menghasilkan dan membuat garam, Anda tinggal mengunjungi kawasan Nassara Kecamatan Bangkala di Jeneponto

BIRTA RIA KASSI ( Kecamatan Tamalatea )




Obyek wisata Birta Ria yang dikenal dengan sebutan kassi adalah magnet Kabupaten Jeneponto Untuk menyedot wisawatan. Pesona alam dan pantai yang mengundang decak kagum.
Obyek wisata Birta Ria Kassi menjanjikan pendapatan bagi kas pemerintah Kabupaten Jeneponto. Dengan pesona pantai dan nuansa alamnya yang menyajikan kesejukan, menjadikannya sebagai alternatif tamasya warga Turatea dan sekitarnya.
Kawasan Birtaria Kassi terletak di desa Tonro Kassi, Kecamatan Tamalanrea, Kabupaten
Jeneponto. Luas obyeknya mencapai empat hektar. Jarak dari kota Makassar, ibukota Propinsi Sulawesi Selatan menuju obyek kurang lebih 60 kilometer.
Letaknya sangat strategis, hanya 200 meter dari jalan propinsi. Dari kota Jeneponto, kita dapat menempuh jarak 20 kilometer atau satu jam perjalanan.
Pada hari-hari libur, seperti halnya obyek wisata lain, Birta Ria Kassi Ramai dikunjungi, terutama masyarakat dari daerah sekitarnya. Tarif masuk tergolong murah,
Kawasan yang dilengkapi dengan fasilitas kolam renang ini, nampaknya dirancang untuk dinikmati oleh semua kalangan.




BUKIT GANTARANG BULAENG ( Kecamatan Kelara )






Salah satu potensi wisata yang akhir-akhir ini  menjadi bahan pembicaraan masyarakat, adalah potensi Wisata Bukit Gantarang Buleng. Lokasi wisata ini merupakan wisata alam yang menarik, didalamnya menyimpan potensi alam antara lain adanya bentukan batu alam sarang lebah, gua jodoh dan pohon unik tapak kaki turunan raja Binamu menurut mitos, serta air terjun alami.

selain potensi wisata alam juga kemungkinan besar lokasi wisata alam ini dapat menjadi obyek penelitian sejarah dan arkeologi karena di lokasi ini, banyak ditemukan, fosil dan peninggalan masa lalu misalnya tapak kaki dihamparan batu endapan, menurut sejarahnya bahwa tapak itu adalah kaki Karaeng Gantarang Buleng, yang merupakan garis turunan Raja Binamu


PACUAN KUDA  JENEPONTO  ( Kecamatan Bangkala )






Seperti halnya di kabupaten-kabupaten lain yang terdapat di Sulsel (Sulawesi Selatan), Kabupaten Jeneponto sangat dikenal dengan keunikan yang di milikinya. Kabupaten jeneponto yang terkenal dengan julukan Butta Turatea jika di termahkan kedalam bahasa Indonesia yang Artinya orang yang berasal dari wilayah bagian atas, Jeneponto sejak dulu kala sudah dikenal dengan jumlah hewannya dominan Kuda.

Dikabupaten Jeneponto, hampir setiap rumah penduduk terdapat kuda yang ditambatkan didalam kandangnya. Berlatar belakang dari itu sehingga Pemerintah Jeneponto Kegiatan-kegiatan yang melibatkan kuda sebagai alat utama juga sering digelar diwilayah ini yakni pacuan kuda. Guna melestarikan simbol budata yang sudah turun temurun.



Harga kuda di jenepoto tergolong mahal yakni berkisar hingga 9 jt/ekor (khusus Untuk kuda pacuan) sedangkan harga kuda biasa harganya berkisar 3 jt/ekor, namun dengan adanya Pacuan Kuda di Jeneponto hingga harga kuda yang harganya melonjak selain itu karena di akibatkan kurangnya minat masyarakat dalam memelihara kuda pacuan.

Tapi dengan adanya arena pacuan kuda di Kabupaten Jeneponto yang letaknya di Desa Kalimporo , Kec. Bangkala sehingga mampu menyemangati para peternak kuda di Jeneponto. Hal demikian tentunya dapat meningkatkan ekonomi para pedagang yang berjualan kuda di Jeneponto.

Kegiatan pacuan kuda di laksanakan 2 kali seminggu dengan hari yang telah di tetapkan, yakni pada hari Minggu dan hari Rabu, adapun jenis kuda yang diperlombakan yaitu jenis kuda lokal.

Budaya Pacuan Kuda perlu di kembangkan dan dilestarikan, karena dengan adanya kegiatan seperti ini tentunya dapat menumbuhkan semangat masyrakat dalam beternak kuda, apalagi sejak duhulu kala Kabupaten Jeneponto sangat dikenal sebagai penghasil kuda terbersar di Sulawesi Selatan. Selain dari pada itu, kuda pun merupakan makanan khas orang jeneponto



KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA BINAMU ( Kecamatan Tamalatea )







Kompleks makam raja-raja binamu merupakan suatu komples pemakaman Bangsawan kerajaan Binamu di Kabupaten Jeneponto. Kompleks ini terletak di desa bontoramba sekitar 3 KM dari jalan poros Sul-Sel di kecamatan Tamalatea. Akses jalan menuju tempat ini  rusak dan sampai sekarang belu dilakukan perbaikan.
Kompleks ini mulai dikelola dan mengalami perbaikan mulai tahun 1981 dan pada 11 agustus 1984 diresmikan dan dijadikan situs budaya yang dilindungi. 

Di dalam kompleks ini terdapat 639 buah makam yang bervariasi bentuk dan besarnya. Makam-makam yang terdapat di dalm kompleks ini terbagi menjadi 3 jenis ukuran yaitu:

Ukuran besar 336 x 180 x 285 cm sampai dengan 235 x 160 x115 cm

Ukuran sedang 230 x 150 x 100 cm sampai dengan 150 x 90 x 50 cm

Ukuran kecil 157 x 80 x 45 cm sampai dengan yang terkecil

Sebagian Besar makam dibentuk dari papan batu disusun dua sampai empat Undakan, Dua hal yang sangat Menonjol pada kompleks makam ini, yaitu hiasan, pada jirat dan Nisan

Seni arsitektur bangunan makam di kompleks makam raja-raja binamu mempunyai ciri tersendiri. Ciri tersebut dapat dilihat pada bentuk nisan bangunan makam dan pola ragam hiasnya, Antara lain sebagai berikut:
Nisan Arca

Nisan arca ini berbentuk patung batu manusia yang duduk di atas kursi. Ada tiga patung arca sebenarnya di kompleks makam ini tapi dua patung arca dicuri pada tahun 2002 sehingga tinggal satu patung arca yang masih tersisa.

Nisan bentuk Sarkopallus

Nisan bentuk ini ditemukan pada makam yang berbentuk segi empat. Badan nisan berbentuk bulat dan bagian atas menyerupai topi bajah. Nisan ini melambangkan kekuatan atau kesuburan.

Nisan bentuk gadah (Lingga)

Nisan bentuk ini nisan yang paling banyak ditemukan di dalam kompleks makam raja-raja binamu. Bentuk gadah ini melambangkan kelaki-lakian. Bentuknya berupa segi empat pada bagian kaki, badan nisan berbentuk bulat dan bagian atas menyerupai kuncup bunga teratai

Nisan bentuk pipih (Yoni)

Bentuk nisan pipih menurut genetiknya adalah makam wanita. Nisan ini berbentuk papan pada bagian kaki dan makin ke atas makin melebar dan bagian pangkalnya berupa kuncup bunga.

Seni bangunan makam yang ada di dalam kompleks ini diklasifikasikan dalam beberapa bentuk


Makam yang dibuat dengan cara memasang empat buah papan batu yang kemudian dibentuk empat persegi panjang sehingga terbentuk kotak batu. Pada dinding sebelah utara dan selatan bagian atasnya dibentuk menyerupai gunungan.

Makam yang terbuat dari tiga buah batu utuh yang dilubangi. Ketiga batu tersebut disusun, batu yang besar diletakkan pada bagian kaki makam. Batu yang kedua bentuknya lebih kecil dari yang pertama dan batu yang ketiga juga lebih kecil dari batu yang kedua. Sisi utara dan selatan dibentuk menyerupai gunungan.

Bentuk makam yang sederhana adalah batu utuh yang dilubangi lalu diberi nisan sesuai dengan jenis kelaminnya. Bentuk makam semacam ini merupakan makam anak-anak yang ukurannya kecil.

Konon Makam ini Adalah makam Raja-raja Islam, dibuktikan dengan tulisan arab Serang pada salah satu nisan makam, akan tetapi hal itu diragukan oleh peneliti, bagaimana mungkin raja islam dipasang patung diatas makamnya, selain itu Usia batuan makam berbeda dengan Usia yang tertulis pada Nisan, sehingga beberapa peneliti berpendapat, tulisan menggunakan Huruf Arab serang pada Makam Raja-Raja Binamu adalah baru, Atau telah dipalsukan. Hingga sampai saat ini Peneliti hanya meneliti makam ini secara arkeologi, dan tidak berani meneliti sejarahnya.





PULAU HARAPAN ( Kecamatan  Bangkala  )







Pulau Harapan berada di sebelah barat Jeneponto dan dapat ditempuh sekitar 20 menit dengan menggunakan perahu motor dari Mallasoro. Keindahan pemandangan pulau Harapan yang masih alami ditambah tumbuhnya pepohonan yang rindang dan sejuk di sekeliling pulau serta keakraban dan keramahan penduduk setempat membuat suasana tenang penuh kedamaian yang sulit kita temui di wisata pulau lainnya bahkan dipulau Hawai di Amerika sana yang hanya unggul disektor fasilitas dan ketenaran karena didukung penuh oleh Pemerintah setempat.




BUKIT TOENGA ( Kecamatan Bangkala )




BUKIT Toenga memang masih asing bagi warga Jeneponto. Bukti Toenga merupakan wisata alam puncak pertama di Jeneponto. Bagi pengunjung yang ingin menaikmati keindahan kota Jeneponto, cukup datang saja ke tempat ini. Ada tiga view yang ditawarkan, gunung, laut dan lembah.

Terletak di kampung Tanetea Kelurahan Bontorannu, Kecamatan Bangkala. Bukit Toenga berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat kota Jeneponto atau 90 kilometer dari kota Makassar. Berada diketinggian sekitar 200 meter dari permukaan laut.

Menuju puncak dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi atau motor. Namun, jalanan menuju puncak Toenga penuh dengan tanjakan dan jurang yang terjal. Namun, keteduhan dan keindahan pemandangan alamnya sudah mulai terlihat disepanjang perjalanan menuju puncak.

Disekitar bukit puncak ditumbuhi pohon-pohon lontar. Dipuncak bukit juga terdapat taman yang banyak ditumbuhi oleh bunga-bunga yang indah, serta bongkahan batu besar setinggi rumah. Untuk menaikmati hamparan perbukitan, ada tempat khusus yang nyaman disediakan untuk pengunjung.

Pengunjung juga bisa menyaksikan gunung Bawakaraeng dan gunung lainnya dari puncak bukit Toenga, Ditambah  angin yang bertiup sepoi-sepoi semakin membuat naluri ingin tetap berlama-lama.

Bukan itu saja, jika pengunjung ingin berlama-lama suguhan sunset di sore hari tak kalah menariknya. Bahkan, hingga malam hari, pesona kota Jeneponto dari atas puncak bukit toenga menarik, dengan kerlap-kerlip lampu yang menerangi. 


 Coto|Konro|Gantala Kuda


Orang tentu kenal dengan masakan soto. Namun orang Makassar menyebut coto, tidak pakai huruf “S” tapi “C’. Coto yang disajikan di warung-warung yang tersebar di Jeneponto, umumnya berdaging kuda. Bagian yang sering diolah untuk coto adalah usus, daging dan jeroan. Bumbu dan rempahnya yang sangat kental membedakan kuah masakan sejenis soto di tempat lain.



Resep coto|konro|gantala kuda turatea


Berikut resep ringkas membuat coto kuda : dengan bahan-bahan dasar yang terdiri dari usus, hati, otak, daging kuda, dimasak dengan bumbu sereh, laos, ketumbar, jintan, bawang merah, bawang putih, garam yang sudah dihaluskan, daun salam, jeruk nipis, dan kacang.
  • Rebus daging kuda, usus, dan hati, beri serai, lengkuas, jahe dan salam setelah matang angkat, tiriskan, potong dadu, jerohan kuda matang, potong dadu, sisihkan.
  • Panaskan minyak, tumis bumbu yang dihaluskan hingga harum, masukkan kedalam kaldu, tambahkan kacang tanah goreng, didihkan.
  • Penyajian, siapkan mangkuk, isi dengan daging dan jerohan beri kuahnya.
  • Taburi bawang goreng, irisan daun bawang dan seledri sajikan dengan buras dan sambal taoco.
  • Pada umumnya Coto Kuda disajikan/dimakan bersama ketupat.
Bukan hanya coto yang khas, namun juga ada yang diolah menjadi sop konro atau mudahnya disebut dengan “iga-nya kuda” sebab daging yang masih melekat di tulang-tulangnya. Bagaimana membuat konro? Sop konro disajikan berupa sop berkuah dengan bahan-bahan dasar seperti tulang rusuk kuda atau kerbau, dimasak/dibakar dengan bumbu ketumbar, jintan, sereh, kaloa, bawang merah, bawang putih, garam, vitsin yang sudah dihaluskan. Cara membuat  konro
  1. Rebus iga kuda, kayumanis, cengkeh, daun salam, lengkuas, garam dan air asam jawa.
  2. Tumis bumbu halus dan bawang merah iris hingga harum.
  3. Tuang tumisan bumbu ke dalam rebusan iga dan masak sampai bumbu meresap dan iga matang.
  4. sajikan panas dengan sambal dan air jeruk nipis.
  5. Sop Konro pada umumnya disajikan/dimakan bersama nasi putih dan sambal.
Banyaknya rempah-rempah hidangan coto dan sop konro kuda menjadikan masakan ini dapat digolongkan sebagai hidangan yang memiliki latarbelakang seni ketatabogaan yang sangat tinggi, walaupun tergolong sebagai makanan rakyat biasa. Tak lupa juga olahan yang diistilahkan dengan gantala jarang. Gantala adalah makanan tradisional masyarakat Jeneponto.

Makanan khas ini terbuat dari potongan daging ataupun tulang kuda. Daging dan tulang kuda direbus dalam wadah panci khusus, biasanya dari potongan drum, dalam waktu yang lama. Daging kuda tersebut hanya direbus dengan hanya menggunakan garam kasar, kemudian diberi bumbu dari akar-akar kayu. Meski tidak dimasak dengan bumbu yang komplit, makanan ini memiliki rasa dan aroma khas. dagingnya dapat disimpan untuk beberapa hari bila belum hendak dikonsumsi.

Di kalangan masyarakat Jeneponto, Gantala Jarang merupakan salah satu makanan yang harus ada dalam berbagai hajatan, misalnya pesta perkawinan. Bagi Anda yang tidak terbiasa dengan makanan ini pasti tidak akan berselera untuk mencicipinya, tapi masyarakat Jeneponto tidak demikian, dalam pesta-pesta pernikahan tidak akan sah atau ada sesuatu yang kurang jika tamu tidak disuguhi dengan hidangan Gantala Jarang.

Generasi tua di Jeneponto yang justru suka dan selalu mencari gantala ini disetiap hajatan, sebab kuahnya yang tidak terlalu kental dan daging yang direbus dengan matang membuat mudah dinikmati. Menurut masyarakat jeneponto Gantala merupakan menu istimewa generasi tua, ujarn salah satu waraga kalau saya diberi pilihan antara Coto Daging Kuda dan Gantala, maka saya akan memilih Gantala Jarang.

Masih ada juga masakan berbahan daging kuda yang sempat kami nikmati di Jeneponto berupa kawatu. Kalau ini berupa potongan-potongan daging kuda yang diolah seperti kita sering nikmati berupa semur. Kuahnya yang coklat kehitaman dan sudah meresap ke daging menjadikan daging empuk dan terasa manis. Sangat pas disajikan dengan nasi hangat tentunya.

Yah, kuda sebagai binatang spesial di Jeneponto kini mencapai harga dengan kisaran 2,5-5 juta per ekor tergantung postur tubuh dan kondisi fisik lainnya. Selain dari Jeneponto sendiri, kuda-kuda yang dipelihara warga saat ini sering didatangkan dari Flores, dan daerah lainnya di Sulawesi, seperti dari Pinrang, Gorontalo, dan Sulawesi Utara.

Tentang rasa coto kuda dan gantala jarang, tidaklah begitu berbeda jauh dengan daging sapi akan tetapi sedikit lebih kenyal. Tapi bagi masyarakat Jeneponto terdapat mitos bahwa dengan makan daging “Jarang” akan memiliki stamina kuat dan pada dagingnya terdapat banyak zat-zat anti tetanus walaupun belum dibuktikan secara medis. 


Ballo Tanning Pelepas Dahaga Di Butta Turatea



Bagi masyarakat Jeneponto atau Butta Turatea Sulawesi Selatan, minuman Ballo Tenne/Ballo Tanning bukanlah hal yang baru lagi Ballo merupakan salah satu minuman khas orang jeneponto yang rasanya manis tanpa kandungan alkohol yang disadap dari pokok tala/pohon lontar.
 

Minuman Ballo khas jeneponto ( Manis )


Pohon lontar tumbuh subur di daerah Jeneponto utamanya di kawasan yang kondisi tanahnya tandus. Banyak warga yang menggantungkan hidupnya dari pohon-pohon lontar ini, selain Ballo tanning juga dibuat jadi panganan lain seperti gula merah, tenteng, daun lontar di gunakan dalam pembuatan tikar




Sepanjang jalan poros daerah Tamalatea Jeneponto, kita dapat melihat jejeran penjual ballo tanning, ballo manis ini kemas sederhana dalam botol, atau langsung dari bambu tempat ballo di simpan, Ballo tanning paling nikmat di santap bersama lammang/beras punut yang dimasak di dalam bambu.


Penganan lammang pun dapat kita jumpai sepanjang jalan poros tamalatea-bangkala jeneponto. Ballo atau Tuak, dapat di buat melalui beberapa tahap:
  • Mengiris-iris buah Lontar hingga Airnya keluar.
  • Bagian atas di ikat dengan keras agar Airnya mudah dan mengalirnya lancar.
  • Gunakan Bambu/Cergen untuk menampung air dari buah Lontar tsb.
  • Selanjutnya tinggal menunggu beberapa hari, maka Air dari tala' itu sudah mulai banyak.
  • Air itulah yang di jadikan sebagai minuman Ballo yang terkenal di Jeneponto itu.

Setiap kali pulang kampung ke Jeneponto, Aku selalu menyempatkan diri untuk mencicipi Ballo Manis dan lammang. Harganya cukup terjangkau, Rp.5000,/botol. Nah untuk Anda yang merasa penasaran gimanasih rasa Ballo tanning itu, silahkan berkunjung ke Jeneponto untuk mencicipinya


Kelezatan Dan Cita Rasa Yang Khas Dari Lammang ( Kecamatan Bangkala )


Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, memiliki makanan khas yang cukup dikenal oleh masyarakat luas, yaitu lammang bambu. Makanan yang satu ini merupakan satu dari sekian banyak penganan tradisional yang mewarnai keanekaragaman penganan khas di Indonesia. Tak heran, bila pelancong yang berkunjung ke daerah yang berjarak kurang lebih 90 kilometer dari Kota Makassar ini, tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mencicipi lammang bambu.

Kampung Rukuruku, Kelurahan Palengu, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, merupakan pusat pembuatan lammang bambu. Di sepanjang jalan kampung ini, terlihat jejeran warung-warung kecil yang menjajakan lammang bambu. Rasanya yang khas membuat lammang bambu menjadi incaran penikmat makanan tradisional, sehingga warung-warung yang menjajakan lammang bambu terus ramai disinggahi warga. Di sini, aktifitas transaksi jual beli lammang berlangsung mulai pagi hingga malam hari.

Sohari, salah seorang pembuat lammang bambu yang cukup tenar di Kampung Rukuruku. Ia dibantu suami, anak dan tujuh pekerjanya. Tingginya permintaan lammang bambu, sohari membutuhkan sekurang-kurangnya 300 liter beras ketan, 300 biji kelapa, dan 700 potongan bambu setiap harinya.

Selain beras ketan, kelapa dan bambu, ia juga membutuhkan kayu bakar yang tidak sedikit. Bahkan untuk memenuhi pesanan yang terus meningkat, pembakaran dilakukan hingga 12 kali sehari. Dalam sekali panggang, 65 potongan bambu diletakkan di atas api. Selain melayani pembeli yang singgah di warung miliknya, Sohari juga kerap mendapat pesanan lammang dari Kota Jeneponto, Bantaeng, Takalar, dan Makassar. Saking terkenalnya, Sohari punya langgaran dari luar Pulau Sulawesi seperti Kalimantan dan Jakarta bahkan dari Malaysia dan Singapura.

Bahan untuk membuat lammang bambu sebenarnya mudah didapatkan. Alat pembuatannya juga terbilang sangat sederhana. Namun karena proses pembuatannya yang tergolong unik, menjadikan makanan ini memiliki daya tarik tersendiri bagi penikmat makanan khas. Bahan dan alat pembuatan lammang bambu adalah beras ketan, santan kelapa, garam, daun pisang, sabuk kelapa, bambu, dan kayu bakar. Perbandingan campuran bahan dasarnya, 4 liter beras dicampur 5 liter santan kelapa dan segenggam garam.
Seorang lelaki sedang membuat lammang bambu di Kampung Rukuruku, Kelurahan Palengu, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.



 



Untuk membuat lammang bambu, langkah pertama yang dilakukan adalah merendam beras ketan. Semua jenis beras ketan baik beras ketan merah maupun yang putih semua bisa diolah menjadi lammang bambu. Perendaman beras ini dilakukan selama kurang lebih satu jam. Langkah ini bertujuan selain untuk membersihkan beras, juga untuk membuat beras menjadi rapat dan matang secara merata saat dibakar.

Sambil menunggu beras yang sedang direndam, pembuatan santan pun dilakukan. Proses ini dimulai dengan memarut kelapa dengan menggunakan mesin parut atau bisa juga memarut secara manual. Kelapa yang sudah diparut selanjutnya diperas untuk mengambil santannya. Agar santan benar-benar berkualitas, kelapa diperas dua kali saja. Kualitas santan yang digunakan mempengaruhi rasa lammang bambu yang akan dihasilkan. Santan ini dicampur dengan garam dengan perbandingan lima liter santan dicampur dengan segenggam garam.

Beras yang sudah direndam, diangkat dan dimasukkan ke dalam wadah yang juga berfungsi sebagai penyaringan, untuk memisahkan beras dengan air rendaman. Proses berikutnya adalah menyiapkan bambu yang sebelumnya sudah dipotong-potong sesuai ukuran yang dikehendaki. Bambu ini selanjutnya dilapisi daun pisang muda yang digulung dengan teknik khusus.

Berikutnya adalah memasukkan beras ke dalam bambu dan menyisahkan beberapa bagian untuk santan. Santan dituang ke dalam bambu yang berisi beras hingga penuh. Lubang bambu ditutup dengan ampas kelapa agar santan tidak tumpah dan debu atau kotoran tidak masuk saat proses pemanggangan dilakukan. Bambu yang sudah terisi beras, kini siap untuk dibakar selama kurang lebih satu jam.

Selama pembakaran, nyala api harus dijaga agar tetap stabil. Caranya, menggunakan kuas air dengan pegangan yang agak panjang. Bila apinya terlalu besar, maka kuas air ini dikibaskan pada api. Hal ini juga dimaksudkan agar lammang tidak hangus karena bila apinya merata, lammang akan matang dengan rata pula, dan memungkinkan bambu-bambu ini dipakai dua hingga tiga kali pembakaran. Setelah kurang lebih satu jam pemangggangan, bambu diangkat dari pembakaran dan siap untuk dikonsumsi.

Prospek Usaha Lammang Bambu
Prospek usaha pembuatan lammang bambu terbilang menjanjikan. Hal itu disebabkan oleh minat penikmat makanan khas ini yang tidak lekang jaman. Seperti diakui Sohari, pemilik usaha lammang bambu di Kampung Rukuruku, kendati terbilang sederhana, namun permintaan makanan khas daerah Jeneponto dirasakan kian mengalami peningkatan. “Setiap harinya saya butuh tiga ratus liter beras ketan Pak, karena banyak sekali pembeli, kelapa tiga ratus biji juga, kalau kayu bakar satu mobil pick up satu hari,” ujar Sohari.

Lokasi usaha pembuatan lammang yang dikelola Sohari berada di jalan poros Makassar – Jeneponto. Lokasi ini memang strategis karena merupakan akses angkutan antar kabupaten dari dan menuju Kota Makassar. Bicara soal harga, tentu tidak mahal. Namanya saja makanan tradisional. Murah, enak dan mengenyangkan. Begitulah. “Enam ribu satu, Pak,” kata Sohari, “sehari saya dapat pembeli empat sampai lima juta”.

Lammang memang memiliki aroma kelezatan dan cita rasa yang khas. Hal itulah yang membuat makanan tradisional yang turun temurun ini terus diminati konsumsen. Selain rasa yang khas, makanan ini juga bisa memenuhi kebutuhan karbohidrat bagi yang mengkomsinya. Makanan ini paling cocok dimakan bersama telur asin atau ikan asin. Selain untuk dikonsumsi di rumah, lammang bambu juga biasanya menjadi sajian pada ritual adat di Kabupaten Jeneponto



Di Jeneponto Banyak Sekali Tempat Wisata dan Menarik Seperti
  • Pasir Putih Taman Roya ( Tamalatea )
  • Pesta Panen Biroanging ( Bangkala Barat )
  • Boyong ( Tamalatea )
  • Katubere Beach ( Bangkala Barat )
  • Bukit Piramida di Jenetallasa ( Bangkala )
  • Bukit Teletabis ( Bangkala )
  • Pantai Pasir Putih Mallasoro ( Bangkala )
  • dll

·